
Cornell Method: Mengkonversi Limbah Elektronik menjadi Barang yang Bernilai
19/03/2025
Yang Perlu Dipahami Terkait Perbedaan AMDAL dan ANDAL dalam Sektor Lingkungan
05/05/2025Manusia adalah makhluk yang paling superior (sempurna) di antara makhluk lainnya, yakni hewan dan tumbuhan. Sehingga, tidak mengherankan jika kita tanpa sadar bisa menghasilkan sisa komponen untuk beraktivitas sehari-hari yang dapat menggunung. Tak terkecuali sampah elektronik. Dalam setiap tahunnya umat manusia menghasilkan 62 juta ton sampah elektronik. Angka tersebut, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2024, cukup untuk mengisi 1,5 juta truk pengangkut,yang berakibat menjadi salah satu aliran sampah dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Melansir dari Unep.org, sampah elektronik yang berjumlah hanya kurang dari seperempat dari itu didaur ulang dengan benar. Hal ini pastinya meninggalkan gunungan elektronik yang dapat membusuk di tempat pembuangan sampah yang tidak diproses secara tepat. Sampah elektronik yang tertinggal tersebut bisa melarutkan bahan kimia ke dalam tanah dan permukaan air yang menimbulkan polusi. Seringkali hal ini berasal dari komputer yang dibuang, ponsel, dan limbah elektronik lainnya yang umumnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari umat manusia.
Praktik pengelolaan limbah elektronik yang buruk berefek pada biaya eksternal sebesar US$78 miliar untuk kesehatan manusia dan lingkungan setiap tahun. Mereka juga secara tidak langsung ikut serta terhadap perubahan iklim, termasuk ketika zat berbahaya, seperti refrigeran, keliru dalam penanganan dan dilepaskan ke atmosfer.
Namun, daur ulang saja tidak akan cukup untuk mengatasi penambahan secara drastis yang terus menerus limbah elektronik ini, kata para ahli.
Di balik ledakan permintaan pemakaian elektronik, produksi limbah elektronik global sudah tumbuh lima kali lebih cepat daripada tingkat daur ulang formal sejak 2010. Itulah penyebab para ahli berpendapat tentang solusi “hulu” sangat penting.
Dengan lebih tegas terhadap peraturan desain produk, negara-negara bisa mempromosikan desain untuk pemakaian kembali produk elektronik secara berkelanjutan, misalnya melalui layanan servis dan perakitan kembali serta memacu sirkularitas dengan mewajibkan produsen untuk memakai kandungan mineral daur ulang.
Pemerintah pun bisa membuka lebar-lebar program tanggung jawab produsen yang membuat produsen elektronik bertanggung jawab atas pengelolaan akhir masa pakai produk mereka, termasuk membawa komponen kembali ke sistem produksi.
Metode ini bisa memberi insentif kepada bisnis untuk memperbarui ide sambil memfasilitasi hak konsumen untuk memperbaiki dan meng-update elektronik mereka, menjauhkan mereka dari tempat pembuangan sampah selama mungkin, kata para ahli.
Setiap elektronik yang tidak dapat lagi dipakai kembali harus dikelola di fasilitas limbah elektronik formal untuk memulihkan bahan baku sebanyak mungkin, kata Sheila Aggarwal-Khan, Direktur Divisi Industri dan Ekonomi Program Lingkungan PBB (UNEP).
Investasi dalam prasarana pengumpulan dan daur ulang dapat memproduksi manfaat ekonomi tahunan sebesar US$38 miliar pada tahun 2030. Termasuk dengan menambah sektor kesehatan manusia, melindungi ekosistem yang berharga, dan memacu industri daur ulang. Data ini berdasarkan sebuah laporan oleh Institut Pelatihan dan Penelitian PBB dan Persatuan Telekomunikasi Internasional.
Aksi ini bisa memicu manfaat yang luas, memperpanjang umur elektronik, meminimalisir permintaan untuk produk yang lebih baru, dan mengurangi beban lingkungan manufaktur yang pada akhirnya menciptakan industri teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Kerja sama global juga penting untuk dijalankan, kata para ahli, karena sampah elektronik adalah masalah lintas batas yang secara tidak proporsional memengaruhi negara-negara dengan penghasilan menengah dan rendah.
Negara-negara berpenghasilan tinggi mengirim sekitar 3,3 miliar kilogram limbah elektronik dan elektronik bekas ke negara-negara dengan penghasilan menengah dan rendah melalui impor dan ekspor yang tidak terkendali pada tahun 2022.
Amandemen Konvensi Basel, sebuah perjanjian internasional yang mengatur pergerakan lintas batas dan pembuangan limbah berbahaya, mulai berlaku, yang bisa mengubah lanskap limbah elektronik.
Para pihak dalam konvensi — termasuk 190 negara dan Uni Eropa — sekarang harus meminta persetujuan lebih dulu sebelum membawa limbah elektronik dan elektronik ke negara lain.
“Amandemen ini merupakan langkah penting dalam mengecilkan dampak lingkungan dan kesehatan dari limbah elektronik,” kata Rolph Payet, Sekretaris Eksekutif Konvensi Basel, Rotterdam dan Stockholm.
“Sementara amandemen adalah langkah penting, keberhasilan bergantung dengan para pihak dalam Konvensi Basel memenuhi komitmen mereka dan mempromosikan kolaborasi di semua tingkatan.”