Global Recycling Day – Recycling Hero
06/03/2021Potensi Pengelolaan Sampah Elektronik di Indonesia
19/04/2022Dilaporkan pada Global e-Waste Monitor pada tahun 2020, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis pernyataan yakni yang mengemukakan jumlah sampah elektronik sampai dengan tahun 2019 telah mencapai jumlah yang cukup signifikan 53.000.000 ton. Hal ini diprediksikan akan terus mengalami peningkatan yang dapat mencapai 74.000.000 ton di tahun 2030, dan hal ini akan terus melonjak menembus 120.000.000 ton di tahun 2050.
Sampah Elektronik sendiri merupakan istilah dari peralatan atau perlengkapan elektronik yang sudah selesai digunakan dan tidak dapat digunakan lagi oleh si pengguna. Sampah elektronik yang dimaksud dapat berupa bola lampu, monitor komputer, telepon seluler, baterai, kabel, televisi serta peralatan atau perlengkapan elektronik lainnya.
Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya, tercatat sebagai penyumbang sampah elektronik terbesar dan terbanyak adalah benua Asia, dimana benua tersebut menyumbangkan sebanyak 25.000.000 ton. Hal ini disusul oleh benua Amerika yang sampai saat itu telah menyumbang 13.000.000 ton sampah elektronik, kemudian diikuti oleh benua Eropa sebanyak 12.000.000 ton. Benua Afrika dan kawasan Oceania disaat digabungkan memiliki sampah elektronik sebesar 3.000.000 ton.
Dikutip dari European Union (EU), pengelompokkan sampah elektronik menjadi 10 kategori, yakni :
- Perangkat elektronik besar Rumah Tangga
- Perangkat elektronik kecil Rumah Tangga
- Perangkat elektronik Teknologi Komunikasi
- Perangkat elektronik Hiburan
- Perangkat elektronik Penerangan
- Perangkat elektronik Perlengkapan Aneka Perkakas
- Perangkat elektronik Peralatan Mainan dan Rekreasi
- Perangkat elektronik Medis
- Perangkat elektronik Pemantau dan Pengendali
- Perangkat elektronik Dispenser Otomatis
Perlu diketahui, bahwasanya jika kita pelajari lebih lanjut, komponen-komponen yang terdapat di dalam sampah elektronik dapat didaur ulang. Hal ini dalam kenyataannya, yang tercatat hanya 20 persen dari total keseluruhan sampah elektronik yang beredar di seluruh dunia ternyata yang berhasil didaur ulang. Dari total yang tercatat tersebut, sisanya tidak dilakukan proses daur ulang, namun hanya di bakar, di simpan dan ada juga yang di distribusikan kepada kawasan perairan seperti sungai maupun laut. Tentu hal ini yang menjadi persoalan terbesar, terjadi penyalah-gunaan proses daur ulang dari sampah elektronik.
Kita perlu melihat dan mengecek kembali, bahwa didalam komponen perangkat elektronik tersebut, sebagian besar adalah plastik, akan tetapi di komponen dalamnya memliki komponen elektronik yang mengandung logam berat seperti besi, kobalt, aluminium, kromium, antimon, kadmium, merkuri, lithium, perak, nikel, seng, timah dan tembaga. Sebagai informasi tambahan, didalam logam berat tersebut memiliki kandungan racun yang dapat merusak organ tubuh yang dapat memberikan dampak serius bagi kesehatan organ ginjal, sistem saraf pusat dan sistem pembuluh darah.
Dengan tidak melakukan proses daur ulang sampah elektronik dengan benar, tentu hal tersebut dapat memberikan dampak negatif yang sangat tidak baik bagi kesehatan, kontaminasi pencemaran lingkungan dan hal hal tidak baik lainnya. Oleh karena itu, pada negara-negara maju telah melakukan pendisplinan terhadap proses daur ulang dan pemusnahan sampah elektronik yang ketat. Salah satu kebijakan yang diberlakukan adalah menunjuk badan / lembaga khusus untuk melakukan proses daur ulang sampah elektronik tersebut. Badan / Lembaga yang ditunjuk akan melakukan proses daur ulang atau pemusnahan dengan memilah terlebih dahulu sampah elektronik mana yang bisa di proses atau harus di musnahkan.
Lalu bagaimana proses daur ulang sampah di Indonesia ?
Pranandya WIjayanti (2019) menyebutkan bahwa pengelolaan sampah elektronik di Indonesia, sebagian besar dilakukan dan didominasi oleh sektor informal. Kemudian di kutip dari perhitungan yang dilakukan The Global e-Waste Monitor 2017 Quantities, Flows, and Resources, bahwa penduduk Indonesia menghasilkan sampah elektronik pada tahun 2016 sebesar 1.274.000 ton. Dan jika di akumulasikan sampai dengan tahun saat ini, tentu akan mengalami peningkatan yang signifikan.
Melalui pertimbangan dari ancaman bahaya yang bisa ditimbulkan dari daur ulang sampah elektronik, sehingga pemerintah secara tegas melarang pengelolaan sampah elektronik dilakukan sektor informal. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengelolaan sampah-sampah elektronik wajib secara khusus dilakukan oleh pihak yang memiliki izin.
Tidak boleh sembaran orang melakukan pengelolaan sampah elektronik. DItekankan bahwa, hanya perusahaan yang memiliki izin legal dan mampu mengelola sampah elektronik sesuai standar dan prosedur yang dapat melakukan pengelolaan daur ulang sampah elektronik.
Silahkan hubungi Retron Warrior untuk memberikan konsultasi Pengelolaan Daur Ulang Sampah Elektronik yang benar